KOMPONEN PEMBELAJARAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Belajar merupakan peristiwa sehari hari disekolah. Belajar merupakan hal yang
komplek. Kompleksitas belajar tersebut dapat dipandang dari dua subyek, yaitu
dari siswa dan dari guru. Dari segi siswa, belajar di alami sebagai suatu proses.
Siswa mengalami proses mental dalam menghadapi bahan belajar. Dari segi guru,
proses belajar tersebut tampak sebagai perilaku belajar tentang suatu hal.
1.2 Rumusan Masalah
• Apa pengertian komponen pembelajaran ?
• Apa saja macam-macam komponen pembelajaran ?
• Apa hubungan antar komponen pembelajaran ?
• Apa fungsi masing-masing komponen pembelajaran ?
1.3 Tujuan
• Untuk mengetahui pengertian dari komponen pembelajaran
• Untuk mengetahui macam-macam komponen pembelajaran
• Untuk mengidentifikasi hubungan masing-masing komponen pembelajaran
• Untuk mengetahui fungsi dari masing-masing komponen pembelajaran
BAB II
PEMBAHASAN
1.1 Pengertian Komponen Pembelajaran
Pembelajaran diambil dari terjemahan kata "Instructional". Seringkali orang
membedakan kata pembelajaran ini dengan "pengajaran", akan tetapi tidak jarang
pula orang memberikan pengertian yang sama untuk kedua kata tersebut. Menurut
Arief S. Sadiman, kata pembelajaran dan kata pengajaran dapat dibedakan
pengertiannya. Kalau kata pengajaran hanya ada di dalam konteks guru-murid di
kelas formal, sedangkan kata pembelajaran tidak hanya ada dalam konteks guru-
murid di kelas formal, akan tetapi juga meliputi kegiatan belajar mengajar yang tak
dihadiri oleh guru secara fisik di dalam kata pembelajaran ditekankan pada kegiatan
belajar siswa melalui usaha-usaha yang terencana dalam memanipulasi sumber-
sumber belajar agar terjadi proses belajar. Dengan definisi seperti ini, kata pengajaran
lingkupnya lebih sempit dibanding kata pembelajaran. Di pihak lain ada yang
berpandangan bahwa kata pembelajaran dan kata pengajaran pada hakekatnya sama,
yaitu suatu proses interaksi antara guru dan siswa dalam mencapai tujuan yang telah
ditentukan.
Kedua pandangan tersebut dapat digunakan, yang terpenting adalah interaksi
yang terjadi antara guru dan siswa itu harus adil, yakni adanya komunikasi yang
timbal balik di antara keduanya, baik secara langsung maupun tidak langsung atau
melalui media. Siswa jangan selalu dianggap sebagai subjek belajar yang tidak tahu
apa-apa. Ia memiliki latar belakang, minat, dan kebutuhan, serta kemampuan yang
berbeda. Peranan guru tidak hanya terbatas sebagai pengajar (penyampai ilmu
pengetahuan), tetapi juga sebagai pembimbing, pengembang, dan pengelola kegiatan
pembelajaran yang dapat memfasilitasi kegiatan belajar siswa dalam mencapai tujuan
yang telah ditetapkan.
Setelah guru mempelajari kurikulum yang berlaku, selanjutnya membuat suatu
desain pembelajaran dengan mempertimbangkan kemampuan awal siswa (entering
behavior), tujuan yang hendak dicapai, teori belajar dan pembelajaran, karakteristik
bahan yang akan diajarkan, metode dan media atau sumber belajar yang akan
digunakan, dan unsur-unsur lainnya sebagai penunjang. Setelah desain dibuat, kemudian KBM atau pembelajaran dilakukan. Dalam hal ini ada dua kegiatan utama, yaitu guru bertindak mengajar dan siswa bertindak belajar. Kedua kegiatan tersebut berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan. Pada akhirnya implementasi pembelajaran itu akan menghasilkan suatu hasil belajar. Hasil ini akan
memberikan dampak bagi guru dan siswa.
Bagi guru sebagai dampak pembelajaran (instructional effect) berupa hasil yang
dapat diukur sebagai data hasil belajar siswa (angka/nilai) dan berupa masukan bagi
pengembangan pembelajaran selanjutnya. Sedangkan bagi siswa sebagai dampak
pengiring (nurturent effect) berupa terapan pengetahuan dan atau kemampuan di
bidang lain sebagai suatu transfer belajar yang akan membantu perkembangan
mereka mencapai keutuhan dan kemandirian. Jadi, ciri utama dari kegiatan
pembelajaran adalah adanya interaksi. lnteraksi yang terjadi antara si belajar dengan
lingkungan belajarnya, baik itu dengan guru, teman-temannya, tutor, media
pembelajaran, dan atau sumber-sumber belajar yang lain. Sedangkan ciri-ciri lainnya
dari pembelajaran ini berkaitan dengan komponen-komponen pembelajaran itu
sendiri. Dimana di dalam pembelajaran akan terdapat komponen-komponen sebagai
berikut; komponen kurikulum, materi/bahan ajar, metode, media (alat pembelajaran),
evaluasi, anak didik/ siswa, dan adanya pendidik/guru.
1.1 Komponen-komponen Pembelajaran
1.1.1 Komponen Kurikulum
Kurikulum sebagai rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang sangat
strategis dalam seluruh aspek kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya peranan
kurikulum di dalam pendidikan dan dalam perkembangan kehidupan manusia, maka
dalam penyusunan kurikulum tidak bisa dilakukan tanpa menggunakan landasan
yang kokoh dan kuat.
Dengan diterapkannya kebijakan pemerintah (Depdiknas) yaitu
pengembangan kurikulum operasional dilakukan oleh setiap satuan pendidikan
dengan program Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), maka seluruh jajaran
di setiap satuan pendidikan harus memiliki pemahaman yang luas dan mendalam
tentang landasan pengembangan kurikulum, dan secara operasional harus dijadikan rujukan dalam mengimplementasikan kurikulum di setiap satuan pendidikan yang
dikelolanya.
Landasan yang dipilih untuk dijadikan dasar pijakan dalam mengembangkan
kurikulum sangat tergantung atau dipengaruhi oleh pandangan hidup, kultur,
kebijakan politik yang dianut oleh negara dimana kurikulum itu dikembangkan. Akan
tetapi secara umum yang dipakai sebagai Landasan Pengembangan Kurikulum ada
empat, yaitu landasan filosofis, psikologis, sosiologis, serta landasan ilmu
pengetahuan dan teknologi adalah landasan umum dan pokok sebagai dasar pijakan
dalam mengembangkan kurikulum.
Seorang guru seharusnya dapat memahami dan mengimplementasikan
penerapan landasan filosofis dalam mengembangkan kurikulum baik pengembangan
pada level makro maupun pengembangan pada tingkat operasional oleh setiap satuan
pendidikan, seperti:
1. Dapat memahami dan mengimplementasikan penerapan landasan Psikologis
dalam mengembangkan kurikulum baik pengembangan pada level makro
maupun pengembangan pada tingkat operasional oleh setiap satuan pendidikan
2. Dapat memahami dan mengimplementasikan penerapan landasan Sosiologis
dalam mengembangkan kurikulum baik pengembangan pada level makro
maupun pengembangan pada tingkat operasional oleh setiap satuan pendidikan
3. Dapat memahami dan mengimplementasikan penerapan landasan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi dalam mengembangkan kurikulum baik
pengembangan pada level makro maupun pengembangan pada tingkat
operasional oleh setiap satuan pendidikan
Kemampuan tersebut diatas sangat penting dimiliki oleh seorang guru,
mengingat salah satu fungsi dan peran guru adalah sebagai pengembang kurikulum.
Adapun modal dasar agar dapat menghasilkan kurikulum yang dapat diterima oleh
pihak-pihak yang berkepentingan (Stake holder), salah satu syaratnya bahwa
kurikulum harus dikembangkan dengan didasarkan pada sejumlah landasan yang
tepat, kuat dan kokoh.
Nana Sy. Sukmadinata (1988:110) mengemukakan 4 komponen dari anatomi
tubuh kurikulum yang utama adalah tujuan, isi, atau materi, proses atu system
penyampaian, serta evaluasi. Komponen-komponen kurikulum sebelumnya terdiri dari:
a. Tujuan
Tujuan sebagai sebuah komponen kurikulum merupakan kekuatan fundamental yang
peka sekali, karena hasil kurikuler yang diinginkan tidak hanya sangat mempengaruhi
bentuk kurikulum, tetapi memberikan arah dan focus untuk seluruh program
pendidikan (Zais, 1976: 297). Hirarki vertical tujuan kurikulum di Indonesia, paling
tinggi adalah tujuan pendidikan nasional, kemudian tujuan kelembagaan, tujuan
kurikuler, dan tujuan pengajaran. Tujuan pendidikan nasional merupakan kurikulum
tertinggi yang bersumber pada falsafah bangsa (pancasila) dan kebutuhan masyarakat
tertuang dalam GBHN dan UU-SPN. Tujuan kelembagaan (tujuan institusional)
merupakan tujuan yang menjabarkan pendidikan nasional, bersumber pada tujuan tiap
jenjang pendidikan dalam UU-SPN, karakteristik lembaga, dan kebutuhan
masyarakat. Tujuan mata pelajaran dijabarkan dari tujuan kelembagaan, bersumber
pada karakteristik mata pelajaran, karakteristik lembaga dan kebutuhan masyarakat.
Tujuan pengajaran terbagi menjadi 2 macam, yakni Tujuan Umum Pengajaran
(TUP) dan Tujuan Khusus Pengajaran (TKP).
b. Materi atau pengalaman belajar
merupakan fungsi khusus dari kurikulum pendidikan formal adalah memilih
dan menyusun isi (komponen kedua dari kurikulum) supaya keinginan tujuan
kurikulum dapat tercapai dengan cara paling efektif dan supaya pengetahuan paling
penting yang diinginkan pada jalurnya dapat disajikan secara efektif (Zais, 1976:322).
Selain itu,mencapai tiap tujuan mengajar ynag telah ditentukan diperlukan bahan
ajaran (Nana.Sy. sukmadinata, 1988:114). Tetapi tidak cukup hanya isi atau bahan
ajar yang dipikirkan dalam kegiatan pengembangan kurikulum, lebih dari itu adalah
pengalamn beljar yang mampu mendukung pencapaian tujuan secara lebih efektif.isi
atau materi kurikulum adalah semua pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai, dan sikap
terorganisasi dalam bidang studi. Sedangkan pengalamn belajar dapat diartikan
sebagai kegiatan belajar tentang disiplin berpikir dari suatu disiplin ilmu.
c. Organisasi
Berdasarkan pendapat Taba, bahwa materi dan pengalamn belajar dalam
kurikulum diorganisasikan untuk mengefektifkan pencapaian tujuan. Masalah-
masalah utama organisasi kurikuulum berkisar pada ruang lingkup, sekuensi,
kontinuitas, dan integrasi.
d. Evaluasi Merupakan komponen belajar keempat kurikulum, merupakan aspek kegiatan
pendidikan yang dipandang paling kecil (Zais, 1976:369). Evaluasi ditujukan untuk
melakukan evaluasi terhadap belajar sisiwa maupun keefektifan kurikulum dan
pembelajaran. Evaluasi kurikulum secara luas tidak hanya menilai dokumen tertulis,
tetapi yang lebih penting adalah kurikulum yang diterapkan sebagai bahan fungsional
darai kejadian yang meliputi interaksi siswa, guru, material, dan lingkungan.
Tujuan evaluasi ada 11:
1. Memperkuat kegiatan belajar
2. Menguji pemahaman dan kemampuan siswa
3. Memastikan pengetahuan prasyarat yang sesuai
4. Mendukung terlaksananya kegiatan pembelajaran
5. Memotivasi siswa
6. Memberi umpan balik bagi siswa
7. Memberi umpan balik bagi guru
8. Memelihara standart mutu
9. Mencapai kemajuan proses dan hasil belajar
10. Memprediksi kinerja pembelajaran selanjutnya
11. Menilai kualitas belajar
1.1.2 Guru
Guru dari bahasa Sansekerta guru yang juga berarti guru, tetapi artinya
harafiahnya adalah “berat” adalah seorang pengajar suatu ilmu.
Dalam bahasa Indonesia, guru umumnya merujuk pendidik profesional dengan tugas
utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik.
Guru adalah pendidik dan pengajar pada pendidikan anak usia dini jalur sekolah
atau pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru-guru
seperti ini harus mempunyai semacam kualifikasi formal. Dalam definisi yang lebih
luas, setiap orang yang mengajarkan suatu hal yang baru dapat juga dianggap seorang
guru. Beberapa istilah yang juga menggambarkan peran guru, antara lain:
Selain siswa, faktor penting dalam proses belajar mengajar adalah guru. Guru sangat
berperan penting dalam menciptakan kelas yang komunikatif. Breen dan Candlin dalam Nunan(1989:87) mengatakan bahwa peran guru adalah sebagai fasilitator
dalam proses yang komunikatif, bertindak sebagai partisipan, dan yang ketiga
bertindak sebagai pengamat.
Tugas Guru
Daoed Yoesoef (1980) menyatakan bahwa seorang guru mempunyai tiga tugas pokok
yaitu
• Tugas profesional,
• Tugas manusiawi, dan
• Tugas kemasyarakatan (sivic mission).
Jika dikaitkan pembahasan tentang kebudayaan, maka tugas pertama berkaitan dengar
logika dan estetika, tugas kedua dan ketiga berkaitan dengan etika.
Tugas-tugas profesional dari seorang guru yaitu meneruskan atau transmisi ilmu
pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai lain yang sejenis yang belum diketahui anak
dan seharusnya diketahui oleh anak.
Tugas manusiawi adalah tugas-tugas membantu anak didik agar dapat memenuhi
tugas-tugas utama dan manusia kelak dengan sebaik-baiknya. Tugas-tugas manusiawi
itu adalah transformasi diri, identifikasi diri sendiri dan pengertian tentang diri
sendiri.
Tugas kemasyarakatan merupakan konsekuensi guru sebagai warga negara yang
baik, turut mengemban dan melaksanakan apa-apa yang telah digariskan oleh bangsa
dan negara lewat UUD 1945 dan GBHN.
Ketiga tugas guru itu harus dilaksanakan secara bersama-sama dalam kesatuan
organis harmonis dan dinamis. Seorang guru tidak hanya mengajar di dalam kelas saja
tetapi seorang guru harus mampu menjadi katalisator, motivator dan dinamisator
pembangunan tempat di mana ia bertempat tinggal.
Peran Guru
WF Connell (1972) membedakan tujuh peran seorang guru yaitu
1. Pendidik (nurturer),
2. Model,
3. Pengajar dan pembimbing,
4. Pelajar (learner),
5. Komunikator terhadap masyarakat setempat,
6. Pekerja administrasi, serta
7. Kesetiaan terhadap lembaga.
Peran guru sebagai pendidik (nurturer) merupakan peran-peran yang berkaitan
dengan tugas-tugas memberi bantuan dan dorongan (supporter), tugas-tugas
pengawasan dan pembinaan (supervisor) serta tugas-tugas yang berkaitan dengan
mendisiplinkan anak agar anak itu menjadi patuh terhadap aturan-aturan sekolah dan
norma hidup dalam keluarga dan masyarakat. Tugas-tugas ini berkaitan dengan
meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak untuk memperoleh pengalaman-
pengalaman lebih lanjut seperti penggunaan kesehatan jasmani, bebas dari orang tua,
dan orang dewasa yang lain, moralitas tanggungjawab kemasyarakatan, pengetahuan
dan keterampilan dasar, persiapan.untuk perkawinan dan hidup berkeluarga,
pemilihan jabatan, dan hal-hal yang bersifat personal dan spiritual. Oleh karena itu
tugas guru dapat disebut pendidik dan pemeliharaan anak. Guru sebagai penanggung
jawab pendisiplinan anak harus mengontrol setiap aktivitas anak-anak agar tingkat
laku anak tidak menyimpang dengan norma-norma yang ada.
Peran guru sebagai model atau contoh bagi anak. Setiap anak mengharapkan guru
mereka dapat menjadi contoh atau model baginya. Oleh karena itu tingkah laku
pendidik baik guru, orang tua atau tokoh-tokoh masyarakat harus sesuai dengan
norma-norma yang dianut oleh masyarakat, bangsa dan negara. Karena nilai nilai
dasar negara dan bangsa Indonesia adalah Pancasila, maka tingkah laku pendidik
harus selalu diresapi oleh nilai-nilai Pancasila. Peranan guru sebagai pengajar dan pembimbing dalam pengalaman belajar. Setiap guru harus memberikan pengetahuan, keterampilan dan pengalaman lain di luar
fungsi sekolah seperti persiapan perkawinan dan kehidupan keluarga, hasil belajar
yang berupa tingkah laku pribadi dan spiritual dan memilih pekerjaan di masyarakat,
hasil belajar yang berkaitan dengan tanggurfg jawab sosial tingkah laku sosial anak.
Kurikulum harus berisi hal-hal tersebut di atas sehingga anak memiliki pribadi yang
sesuai dengan nilai-nilai hidup yang dianut oleh bangsa dan negaranya, mempunyai
pengetahuan dan keterampilan dasar untuk hidup dalam masyarakat dan pengetahuan
untuk mengembangkan kemampuannya lebih lanjut.
Peran guru sebagai pelajar (leamer). Seorang guru dituntut untuk selalu menambah
pengetahuan dan keterampilan agar supaya pengetahuan dan keterampilan yang
dirnilikinya tidak ketinggalan jaman. Pengetahuan dan keterampilan yang dikuasai
tidak hanya terbatas pada pengetahuan yang berkaitan dengan pengembangan tugas
profesional, tetapi juga tugas kemasyarakatan maupun tugas kemanusiaan.
Peran guru sebagai setiawan dalam lembaga pendidikan. Seorang guru diharapkan
dapat membantu kawannya yang memerlukan bantuan dalam mengembangkan
kemampuannya. Bantuan dapat secara langsung melalui pertemuan-pertemuan resmi
maupun pertemuan insidental.
Peranan guru sebagai komunikator pembangunan masyarakat. Seorang guru
diharapkan dapat berperan aktif dalam pembangunan di segala bidang yang sedang
dilakukan. Ia dapat mengembangkan kemampuannya pada bidang-bidang
dikuasainya.
Guru sebagai administrator. Seorang guru tidak hanya sebagai pendidik dan
pengajar, tetapi juga sebagai administrator pada bidang pendidikan dan pengajaran.
Oleh karena itu seorang guru dituntut bekerja secara administrasi teratur. Segala
pelaksanaan dalam kaitannya proses belajar mengajar perlu diadministrasikan secara
baik. Sebab administrasi yang dikerjakan seperti membuat rencana mengajar,
mencatat hasil belajar dan sebagainya merupakan dokumen yang berharga bahwa ia
telah melaksanakan tugasnya dengan baik.
1.1.3 Siswa Siswa atau Murid biasanya digunakan untuk seseorang yang mengikut suatu
program pendidikan di sekolah atau lembaga pendidikan lainnya, di bawah bimbingan
seorang atau beberapa guru. Dalam konteks keagamaan murid digunakan sebaai
sebutan bagi seseorang yang mengikuti bimbingan seorang tokoh bijaksana. Siswa
adalah inti dari proses belajar mengajar. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh
Kemp(1997:4),” students are the center of the teaching and learning process, so they
have to be involved in almost all the phrases of the classroom interaction from
planning to evaluation.” Untuk mendorong keterlibatan itu sendiri, Brown(1987:115)
menekankan pentingnya perhatian pada motivasi belajar siswa. “The foreign language
learner who is intrinsically meeting in needs in learning the language will positively
motivated to learn. When students are motivated to learn, they usually pay attention,
become actively involved in the learning and direct their energies to the learning
task.”
1.1.4 Metode
Metode merupakan upaya untuk mengimplementasikan rencana yang sudah
disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang tersusun dapat tercapai secara optimal.
Metode digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah ditetapkan. Stategi
menunjuk pada sebuah perencaan untuk mencapai sesuatu, sedangkan metode adalah
cara yang dapat digunakan untuk melaksanakan strategi. Dengan demikian suatu
strategi dapat dilaksanakan dengan berbagai metode.
Berikut ini disajikan beberapa metode pembelajaran yang bisa digunakan untuk
mengimplementasikan strategi pembelajaran.
A. Metode Ceramah
Metode caramah adalah penuturan bahan pelajaran secara lisan.
Metode ini senantiasa bagus bila penggunaannya betul-betul disiapkan dengan
baik, didukung oleh alat dan media serta memperhatikan batas-batas
kemungkinan penggunaannya.
Metode ceramah merupakan metode yang sampai saat ini sering
digunakan oleh setiap guru atau instruktur. Hal ini selain disebabkan oleh pertimbangan tertentu, juga adanya factor kebiasaan baik dari guru ataupun
siswa. Guru biasanya belum merasa puas manakala dalam proses pengelolaan
pembelajaran tidak melakukan ceramah. Demikian juga siswa, mereka akan
belajar manakala guru memberikan materi pelajaran melalui caramah,
sehingga ada guru yang ceramah ada proses belajar dan tidak ada guru berarti
tidak belajar. Metode ceramah merupakan cara mengimplementasikan strategi
pembelajaran ekspositori.
B. Metode Demonstrasi
Demonstrasi merupakan metode yang paling efektif, sebab membantu
siswa untuk mencari jawaban secara sendiri berdasarkan fakgta atau data yang
benar. Metode demonstrasi merupakan metode penyajian pelajaran dengan
memperagakan dan mempertunjukkan kepada siswa tentang suatu proses,
situasi atau benda tertentu, baik sebenarnya atau sekedar tiruan. Sebagai
metode penyajian, demonstrasi tidak terlepasdari penjelasan secara lisan oleh
guru. Walaupun dalam proses demonstrasi peran siswa hanya sekedar
memperhatikan, akan tetapi demonstrasi akan dapat menyajikan pelajaran
secara konkrit. Dalam strategi pembelajaran, demonstrasi dapat digunakan
untuk mendukung keberhasilan pembeljaran ekspositori dan inkuiri.
C. Metode Diskusi
Metode diskusi merupakan metode yang menghadapkan siswa pada
permasalahan. Tujuan utama metode ini adalah untuk memecahkan suatu
permasalahan, menjawab pertanyaan, menambah dan memahami pengetahuan
siswa, serta untuk membuat suatu keputusan (Killen, 1998). Karena itu
diskusi, bukan merupakan debat yang bersifat mengadu argumentasi. Diskusi
lebih bersifat bertukar pengalaman untuk menentukan keputusan tertentu
secara bersama-sama. Selama ini banyak guru yang merasa keberatan untuk
menggunakan metode diskusi dalam proses pembelajaran. Selama ini banyak
guru yang merasa keberatan untuk menggunakan metode diskusi dalam
pembelajaran. Keberatan itu biasanya timbul dari asumsi:
1.Diskusi merupakan metode yang sulit diprediksi hasilnya oleh karena
interaksi siswa muncul secara spontan, sehingga hasil diskusi sulit ditentukan.
2. Diskusi biasanya memerlukan waktu yang cukup panjang, padahal waktu
pembelajaran didalam kelas sangat terbatas, sehingga keterbatasan itu tidak
mungkin menghasilkan secara tuntas.
D. Metode Simulasi
Simulasi berasal dari kata “stimulate” yang artinya berpura-pura atu
seakan-akan. Sebagai metode mengajar, simulasi dapat diartikan cara
penyajian pengalaman belajar dengan menggunakan situasi tiruan untuk
memahami tentang konsep, prinsip, atau keterampilan tertentu. Simulasi dapat
digunakan sebagai mengajar dengan asumsi tidak semua proses pembelajaran
dapat dilakukan secara langsung pada objek yang sebenarnya.
E. Metode Tugas dan Resitasi
Metode tugas dan resitasi tidak sama dengan pekerjaan rumah, tetapi
lebih luas dari itu. Tugas dan resitasi merangsang anak untuk aktif belajar baik
secara individu atau kelompok. Tugas dan resitasi bisa dilakukan di rumah, di
sekolah, di perpustakaan dan tempat lainnya.
F. Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab adalah metode mengajar yang memungkinkan
terjadinya komunikasi langsung yang bersifat two way traffic sebab pada saat
yang sama terjadi dialog antara guru dan siswa. Guru bertanya siswa
menjawab, siswa bertanya guru menjawab. Dalam komunikasi ini terlihat
adanya hubungan timbal balik secara langsung antar guru.
G. Metode Kerja Kelompok
Metode kerja kelompok atau bekerja dalam situasi kelompok
mengandung pengertian bahwa siswa dalam satu kelas dipandang sebagai satu
kesatuan (kelompok) tersendiri atau dibagi atas kelompok-kelompok kecil. H. Metode Problem Solving
Metode problem solving (metode pemecahan masalah) bukan hanya
sekedar metode mengajar tetapi juga merupakan suatu metode berpikir, sebab
dalam problem solving dapat menggunakan metode-metode lainnya dimulai
dengan mencari data sampai dengan menarik kesimpulan.
I. Metode Sistem Regu (team teaching)
Team teaching pada dasarnya adalah metode mengajar dua orang guru
atau lebih bekerja sama mengajar sebuah kelompok siswa, jadi kelas dihadapi
beberapa guru. System regu banyak macamnya, sebab untuk satu regu tidak
senantiasa guru secara formal saja, tetapi dapat melibatkan orang luar yang
dianggap perlu sesuai dengan keahlian yang dibutuhkan.
J. Metode Latihan (Drill)
Metode latihan pada umumnya digunakan untuk memperoleh suatu
ketangkasan atau keterampilan dari apa yang dipelajari. Mengingat latihan ini
kurang mengembangkan bakat/inisiatif siswa untuk berpikir, maka
guru/pengajar memperhatikan tingkat kewajaran dari metode drill.
K. Metode Karyawisata (Field-Trip)
Karyawisata dalam arti metode mengajar mempunyai arti tersendiri, ber30
beda dengan karyawisata dalam arti umum. Karyawisata di sini berarti
kunjungan ke luar kelas dalam rangka belajar. Contoh: Mengajak siswa ke
gedung pengadilan untuk mengetahui system peradilan dan proses pengadilan,
selama satu jam pelajaran. Jadi, karya wisatadi atas tidak mengambil tempat
yang jauh dari sekolah dan tidak memerlukan waktu yang lama. Karyawisata
dalam waktu yang lama dan tempat yang jauh disebut study tour.
1.1.5 Materi dan Bahan Ajar
Materi juga merupakan salah satu faktor penentu keterlibatan siswa. Adapun
karakteristik dari materi yang bagus menurut Hutchinson dan Waters adalah: • Adanya teks yang menarik
• Adanya kegiatan atau aktivitas yang menyenangkan serta meliputi
kemampuan berpikir siswa
• Memberi kesempatan siswa untuk menggunakan pengetahuan dan ketrampilan
yang sudah mereka miliki
• Materi yang dikuasai baik oleh siswa maupun guru
Dalam kegiatan belajar, materi harus didesain sedemikian rupa, sehingga cocok
untuk mencapai tujuan dengan memperhatikan komponen-komponen yang lain,
terutama komponen anak didik yang merupakan sentral. Pemilihan materi harus
benar-benar dapat memberikan kecakapan dalam memecahkan masalah kehidupan
sehari-hari. Beberapa kriteria materi yaitu :
1. Kesahihan (Valid) yaitu materi yang dituangkan dalam kegiatan belajar
mengajar benar-benar telah teruji kebenaran dan kesahihannya, juga
merupakan materi yang aktual, tidak ketinggalan zaman dan memberikan
kontribusi untuk pemahaman kedepan.
2. Tingkat kepentingan : materi yang dipilih benar-benar diperlukan peserta
didik, sejauh mana materi tersebut penting untuk dipelajari.
3. Kebermaknaan : materi yang dipilih dapat memberikan manfaat akademis
yaitu memberikan dasar – dasar pengetahuan dan keterampilan yang akan
dikembangkan dan manfaat non akademis yaitu mengembangkan kecakapan
hidup dan sikap yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.
4. Kelayakan : materi memungkinkan untuk dipelajari, baik dari aspek tingkat
kesulitannya maupun aspek kelayakannya terhadap pemanfaatan materi dan
kondisi setempat.
5. Ketertarikan/Menarik minat : materi yang dipilih hendaknya menarik
minat dan dapat memotivasi dan menumbuhkan rasa ingin tahu peserta
didik.
Menurut Asep Herry Hernawan (2002) materi mengandung aspek-aspek
tertentu sesuai dengan tingkat tujuan yang ingin dicapai meliputi : 1. Teori yaitu seperangkat konstruk atau konsep definisi atau preposisi yang saling
berhubungan.
2. Konsep merupakan definisi singkat dari sekelompok fakta atau gejala.
3. Generalisasi yaitu kesimpulan umum berdasarkan hal-hal yang khusus.
4. Prosedur yaitu seri langkah-langkah yangberurutan dalam materi pelajaran yang
haru dilakukan peserta didik.
5. Prinsip yaitu ide utama.
6. fakta yaitu sejumlah informasi khusus dalam materi yang dianggap penting.
7. Istilah yaitu kata-kata perbendaharaan yang baru dan khusus yang
diperkenalkan dalam materi.
8. Contoh yaitu hal atau proses yang bertujuan untuk memperjelas suatu uraian.
9. Definisi yaitu penjelasan tentang makna/pengertian tentang suatu hal/kata.
10. Preposisi yaitu kata yang digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran.
Selain itu,mencapai tiap tujuan mengajar yang telah ditentukan diperlukan
bahan ajaran (Nana.Sy. sukmadinata, 1988:114). Tetapi tidak cukup hanya isi atau
bahan ajar yang dipikirkan dalam kegiatan pengembangan kurikulum, lebih dari itu
adalah pengalaman belajar yang mampu mendukung pencapaian tujuan secara lebih
efektif. Isi atau materi kurikulum adalah semua pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai,
dan sikap terorganisasi dalam bidang studi. Sedangkan pengalaman belajar dapat
diartikan sebagai kegiatan belajar tentang disiplin berpikir dari suatu disiplin ilmu.
1.1.6 Media pembelajaran atau Alat Pembelajaran
Media Pembelajaran merupakan sumber belajar eksternal yang menjadi bagian
dari Metodologi Pembelajaran yang diatur oleh pengajar.
Definisi media pembelajaran:
• Media: jamak dari medium (latin:perantara/pengantar) • AECT Amerika: segala bentuk saluran yang digunakan untuk menyampaikan
pesan/informasi.
• Gagne (1970): berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat
merangsang siswa untuk beljar.
• Birggs(1970): alat fisik yang dapat menyajikan pesan dan merangsang siswa
untuk belajar.
• NEA: bentuk komunikasi baik cetak maupun audiovisual serta peralatannya.
1.1.7 Evaluasi
Merupakan aspek kegiatan pendidikan yang dipandang paling kecil (Zais,
1976:369). Evaluasi ditujukan untuk melakukan evaluasi terhadap belajar sisiwa
maupun keefektifan kurikulum dan pembelajaran. Evaluasi kurikulum secara luas
tidak hanya menilai dokumen tertulis, tetapi yang lebih penting adalah kurikulum
yang diterapkan sebagai bahan fungsional darai kejadian yang meliputi interaksi
siswa, guru, material, dan lingkungan.
BAB III KESIMPULAN
Pembelajaran adalah adanya interaksi. lnteraksi yang terjadi antara si belajar
dengan lingkungan belajarnya, baik itu dengan guru, teman-temannya, tutor, media
pembelajaran, dan atau sumber-sumber belajar yang lain. Sedangkan ciri-ciri
lainnyadari pembelajaran ini berkaitan dengan komponen-komponen pembelajaran itu
sendiri. Dimana di dalam pembelajaran akan terdapat komponen-komponen sebagai
berikut; komponen kurikulum, materi/bahan ajar, metode, media (alat pembelajaran),
evaluasi, anak didik/ siswa, dan adanya pendidik/guru.
DAFTAR PUSTAKA
Dimyati,dkk.2009.Belajar dan Pembelajaran.Jakarta: Rineka Cipta
Kunandar.2009.Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). Jakarta:Rajawali Pers
Naim,Ngainnun. 2009. Menjadi Guru Inspiratif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Nurkancana, Wayan. 1986. Evaluasi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional
Sudjana, Nana. 2002. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah.
Bandung: Sinar Baru
Tidak ada komentar:
Posting Komentar