11. Dokumentasi
Dalam kesempatan ini yang dibahas hanya beberapa alat pengumpul data yang sering digunakan dalam PTK. Adapun alat pengumpul data tersebut. Yaitu :
1. Pengamatan/Observasi
Pengamatan atau observasi adalah proses pengambilan data dalam penelitian di mana peneliti atau pengamat melihat situasi penelitian. Observasi sangat sesuai digunakan dalam penelitian yang berhubungan denganh kondisi/interaksi belajar mengajar, tingkah laku, dan interaksi kelompok. Tipe – tipe pengamatan yaitu, pengamatan berstruktur (dengan pedoman), pengamatan tidak berstruktur (tidak menggunakan pedoman)
Untuk mencapai tujuan pengamatan, diperlukan adanya pedoman pengamatan.
Pengamatan sebagai alat pengumpul data ada kecenderungan terpengaruh oleh pengamat/observe sehingga hasil pengamatan tidak obyektif biasanya disebut dengan hallo efek (kesan yang dibentuk oleh pengamat). Untuk menghindari pengaruh ini digunakan dua atau tiga pengamat yang memiliki latar belakang keilmuan yang serupa.
Prosedur Observasi
a. Beberapa Pendekatan
Sebagaimana telah diisyaratkan sebelumnya, berhubung dengan sifatnya yang sangat teknis maka paparan yang lebih rinci mengenai prosedur observasi dalam PTK dibahas secara tersendiri dalam bagian ini. Dalam hubungan ini, sebagai pengtantar dibahas berbagai sudut pandang yang dapat digunakan dalam menetapkan pilihan prosedur observasi yang akan digunakan dalam sesuatu siklus PTK. Dilanjutkan dengan langkah – langkah observasi serta teknik – teknik yang dapat dipilih.
Ada sejumlah kriteria yang dapat digunakan dalam memilih teknik observasi yang akan digunakan untuk sesuatu siklus tindakan perbaikan dalam rangka PTK. Adapun kriteria – kriteria yang dimaksud adalah (a) jenis data yang diperlukan dalam rangka implementasi sesuatu siklus tindakan perbaikan, (b) indicator – indicator yang relevan yang termanifestasikan dalam bentuk tingkah laku guru dan siswa (c) Prosedur perekaman data yang paling sesuai. Dan (d) pemanfaatan data dalam analisis dan refleksi.
Lebih jauh pencermatan beberapa pendekatan observasi berikut dapat berfungsi lebih mengarahkan pilihan prosedur observasi yang paling sesuai untuk keperluan yang sedang dihadapi.
1) Interpretasi
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya. Kadar interprestasi dalam observasi dapat direntang mulai dari yang bersifat sepenuhnya mekanistik tanpa interpretasi
Sehingga dinamakan low – inference observation seperi dikembangkan oleh Flanders (1970). Rekaman data hasil observasi yang serupa ini akan berbentuk tanda cacah (tallies) untuk masing – masing kategori amatan, dalam hubungan ini yang terdiri dari (i)teacher talk, (ii) pupil talk, dan (iii) silence/confusion. Meskipun memang ada kemanfaatannya, khususnya untuk memetakan kecenderungan pendominasian diskursis (discourses) dalam interaksi pembelajaran, namun akan banyak juga sisi – sisi kajian lain yang tidaka kan tersentuh dengan prosedur observasi seruoa ini, misalnya yang berkenaan dengan mutu keputusan dan/atau tindakan profesionala guru dalam pengelolaan interaksi pembelajaran. Sebaliknya, untuk keperluan yang terakhir ini, diperlukan high-inference observation, yaitu suatu observasi yang mempersyaratkan penafsiran teknis secara langsung dan cepat (instaneous interpretation) dalam perekaman data hasil observasi.
Dengan kata lain fakta yang direkam dalamobservasi itu lansung diinterpretasikan dengan kerangka piker tertentu, misalnya yang diartikulasikan sebagai asas – asas pembelajaran siswa aktif (Learner-centered instruction).Ini berarti bahwa apa yang dikatakan, atau tidak dikatakan, apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh guru dan/atau siswa diberi makna yang khas dan unuk dalam mengobservasi sesuatu episode pembelajaran.
2) Fokus
Dari segi titik tujuan observasi dapat dibedakan dari prosedur yang tidak secara a-priori menetapkan titik tujuan kecuali kehendak untuk memotret kesan umum tentang implementasi pendekatan pembelajaran siswa aktif sebagaimana telah dikemukakan dalam butir sebelumnya. Di pihak lain sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Ada pula observasi yang sebelum pelaksanaannnya telah menetapkan titik –titik tujuan tertentu. Misalnya mengenai dominasi guru dalam diskursis pembelajaran atu kadar tuntutan intelektual pertanyaan –pertanyaan yang diajukan guru (Low cognitive Level vs high cognitive Level). Ini berarti bahwa, dengan penetapan focus yang dimaksud perhatian pengamat terutama akan dibatasi pada titik incar yang telah ditetapkan itu. Di pihak lain ini tentu tidak dapat diartikan bahwa pengamat akan secara kaku menutup mata dan telinga dari kejadian – kejadian di luar focus, yang justru dianggap memiliki makna dan/atau implikasi penting berkaitan dengan tindakan perbaikan yang tengah digelar.
Pada sisi lain, memang ada saatnya diperlukan observasi yang bersifat terbuka (open – ended). Tindakan perbaikan yang memasang prakarsa dan kreativitas siswa (atau guru) sebagi salah satu tujuannya akamn mempersyaratkan observasi yang lebih bersifat terbuka itu. Sebaliknya, penstrukturan yang terlalu dini dan atau kaku, akan gagal menjaring indicator –indikator yang berkenaan dengan prakarsa serta kreativitas siswa (atau guru) yang dimaksud.
3) Pelaksana
Sebagaimana telah dikemukakakn, pada dasarnya dalam konteks PTK guru yang merupakan actor tindakan adalah juga pengamat PTK. Meskipun kerja lama kesejawatan akan dapat sangat membantu produktivitas pengumpilan data dan, pada gilirannya, effektivitas PTK sebagai suatu bentuk perbaikan yang menjanjikan dampak positif yang berkelanjutan.
Meskipun memang dapat juga merupakan permasalahan yang dapat muncul dalam konteks dimana ada rekan sejawat yang menyediakan diri untuk berfungsi sebagai pengamat. Namun permasalahan cakupan dan obyektivitas merupakan titik –titik rawan apabila observasi juga harus dilakukan oleh guru sebagai actor PTK.
Salah satu format yang merupakan modifikassi catatan lapangan. (field notes) yang dapat dimanfaatkan oleh guru yang merangkap fungsi sebagai pelaku tindakan perbaikan dan pengamat dengan hasil yang menjanjikan adalah Jurnal Harian. Pada dasarnya, jurnal harian yang produktif adalah yang mengandung 4 komponen yaitu (i) identifikasi konteks observasi. (ii) informasi factual yang menonjol dalam sesuatu periode observasi. (iii) makna dari informasi faktual tersebut dalam konteks di mana ia teramati. dan (iv) implikasi dari fakta dan makna yang dimaksud dalam butir ii dan iii dalam kerangka piker tindakan perbaikan yang tengah digetar.
Dengan dokumentasi rekaman yang sistematis mulai dari konteks fakta, makna beserta implikasinya dalam sesuatu kerangka piker tertentu itu, maka proses refleksi akan terfasilitasi secara efektif dan effisien karena berhasil memanfaatkan data yang baiak cakupan maupun obyektifitas serta pemaknaannya cukup memadai.
4) Tujuan
Dalam penelitian formal, observasi dilakukan untuk mengumpulkan data yang sahib dan handal (valid dan reliable)yang dapat digunakan sebagai bahan dalam menjawab pertanyaan –pertanyaan penelitian, termasuk yang dikemas dalam bentuk hipotesis – hipotesis. Sebaliknya, dalam PTK obsevasi dilakukan terutama untuk memantau proses dan dampak pembelajaran yang diperlukan untuk dapat menata langkah – langkah perbaikan atas prakarsa sendiri ini sudah ditekankan dalam konteks observasi kesejawatan (peer observation, peer supervision) yang telah dikemukakan sebelumnya. Akhirnya, yang jelas – jelas dan tegas – tegas harus dihindari dalam konteks PTK adalah observasi yang dalam pelaksanaannya terpusatkan pada pengungkapan kekurangan dan/atau kesalahan guru yang berfungsi sebagai actor tindakan perbaikan. Jelasnya observasi yang dalam praktek pelaksanaannya hanya terfokus pada kekurangan dan kesalahan guru itu akan berdampak merugikan misi PTK. Sebab informasi balikan yang dihasilkannya akan dihadapai dengan sikap bermusuhan dan ketertutupan.
5) Alat bantu rekam
Dari segi alat bantu rekam yang digunakan ragam prosedur observasi dapat direntang dari yang nyaris tidak menggunakan alat bantu rekam kecuali selembar kertas kosong, sampai dengan yang menggunakan alat rekam pandang dengar yaitu kamera video yang dapat merekam peristiwa secara relative original. Dalam banyak hal, penggunaan berbagai alat bantu rekam yang canggih itu memang sangat menggoda, dan untuk keperluan – keperluan tertentu. Memang menjanjikan kemanfaatan yang nyata dalam bentuk kelengkapan rekaman.
Namun disamping berbagai keuntungan yang dijanjikannya, penggunaan alat bantu rekam dalam konteks PTK juga perlu dipertimbangkan dari segi kelaikannya (feasibility). Artinya, hasil rekaman yang sangat lengkap dengan alat bantu rekam yang canggih itu, tidak akan termanfaatkan secara maksimal apabila untuk keperluan tayang ulang (replay) diperlukan persiapan dan/atau perlengkapan yang memakan waktu untuk menggelarnya. Belum lagi apabila juga diperhitungkan investasi yang diperlukan atau gangguan (intusion) yang diakibatkan dalam penggunaannya.
6) Sasaran Observasi
Dalam PTK, observasi dipusatkan baik kepada proses maupun hasil (interim) tindakan pembelajaran beserta segala peristiwa yang melingkupinya. Sebagaimana telah dikemukakan, sama seperti pada tindakan pembelajaran yang dilaksanakan secara rutin. Pada saat dilaksanakannya suatu tindakan.secara bersamaan juga dilakukan pengamatan tentang segala sesuatu yang terjadidan tidak terjadi selama proses pembelajaran berlangsung. Selanjutnya,sebagaimana halnya dalam tindakan pembelajaran umumnya, data yang diperoleh dari observasi itu langsung diinterpretasikan maknanaya dalam kerangka piker tindakan perbaikan yang telah direncanakan sebagaimana telah dikemukakan di atas. Pada gilirannya, data dan interpretasi hasil observasi tersebut dijadikan sebagai masukan dalam rangka pelaksanaan retleksi.
b. Pilihan Prosedur Observasi
Dengan menggunakan kombinasi dari berbagai sudut pandang di atas sebagai rujukan, dapat dibedakan adanya 4 metode observasi yaitu observasi terbuka, observasi terfokus, observasi terstruktur dan observasi sistematik. Namun segera perlu ditambahkan bahwa derajat kebaikan dari metode – metode observasi tersebut dalam konteks PTK, terlebih – lebih apabila guru bertindak sebagai actor tunggal pelaksana PTK, tentu saja berbeda – beda. Oleh karena itu, para pelaksana PTK perlu secara jeli dan tentu saja berbeda – beda. Oleh karena itu, para pelaksana PTK perlu secara jeli dan kreatif memodifikasi metode – metode observasi yang dimaksud sehingga sejauh mungkin memenuhi harapan baiak dari segi mutu data yang dapat dihasilkannya, maupun dari segi kelaikan implementasinya.
1) Observasi Terbuka
Sebagaimana disarankan oleh namanya,observasi terbuka dapat secara harfiah dimulai dengan suatu halaman kosong, sehingga pengamat harus berimprovisaas dalam merekam “tonggak – tonggak penting” dalam pengggelaran proses pembelajaran dalam rangka implementasi tindakan perbaikan.Tujuannya adalah agar pengamat dapat merekonstruksi proses implementasi tindakan perbaikan yang dimaksud dalam diskusi balikan. Varian yang lain yang sebenarnya telah mulai menampilkan struktur adalah dengan penggunaan kategori – kategori besar (broad categories) sasaran amatan yang secara komprehensif mencakup berbagai tindakan pembelajaran.
2) Observasi terfokus
Observasi terfokus adalah observasi yang secara cukup spesifik diarahkan kepada sesuatu aspek tindakan guru atau siswa dalam proses pembelajaran. Salah satu contoh kemungkinan fokusa amatan adalah dimensi – dimensi dari strategi bertanya yang dalam sesuatu episode pembelajaran.
3) Observasi terstruktur
Observasi Terstruktur adalah ditandai dengan perekaman data yang relative sederhana, berhubung dengan telah tersediakannya format yang relatif rinci. Sebagai contoh dapat dikemukakan teknik bertanya yang digelar oleh guru dalam sesuatu episode pembelajaran, seperti (i) penyebaran pertanyaan kepada sebanyak mungkin siswa, (ii) jenis respons siswa karena ditunjuk atau mengajukan diri di samping (iii) respon guru terhadap jawaban siswa langsung ditangaani sendiri aatau dilemparkan kepada siswa lain. Dengan format rekaman yang relative rinci pengamat tinggal membubuhkan tanda cacah (tallies) atau tanda – tanda lain sehingga gejala yang diamati terpetakan secara rapi
4) Observasi Sistematik
Dalam observasi sistematik pengkategorian kemungkinana bentuk dan jenis amatan distrukturkan secara lebih rinci lagi. Salah satu contoh dari observasi sistematik yang telah diketahui secara meluaas adalah format FIAC (Flanders’ Interaction Analysys Categories) yang memperkenalakan 3 kategori besar yaitu (i) teacher talk (ii) pupil talk, dan (iii) silence
c. Langkah – langkah Observasi
Dalam hala pelaksanaan PTK dilakukan secara kolaboratif, maka pelaksanaan observasi perlu dilakukan dalam 3 fase kegiatan yaitu (i) pertemuan perencanaan, (ii) Pelaksanaan observasi kelas, dan (iii) Pembahasan balikan. Berikut dijelaskan secara lebih rinci hal – hal yang berkaitan dengan observasi interpretasi dalam rangka penyelenggaraan PTK secara kolaboratif tersebut.
1) Pertemuan Perencanaan
Dalam menyusun rencana observasi perlu diadakan pertemuan bersama untuk menentukan urutan kegiatan observasi dan menyamakan persepsi antara observer (pengamat) dan observee (yang diamati) mengenai focus. Kriteria atau kerangka piker interpretasi di samping teknik observasi termasuk perekaman hasil observasi yang akan digunakan. Bila kesamaan pandang telah tercapai, maka di satu pihak keinginan masing – masing dapat dipenuhi sedangkan di pihak lain kekakuan dalam mengobservasi dapat di kurangi kondisi kerja seperti ini dapat menghemat waktu ayng di gunakan dalam melaksanakan observasi di kelas dalam mendiskusikan balikan dan dalam melakukan refleksi serta dalam menyusun rencana tindak lanjut, apabila diperlukan.
a) Penetapan focus Observasi
Fokus Observasi adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran tujuan dalam pelaksanaan observasi. Dalam rangka PTK, focus observasi dibatasi pada sasaran – sasaran tertentu yang diprioritaskan dalam kerangka piker tindakan perbaiakan yang tengah di gelar dalam sesuatu siklus PTK. Berhubung dengan hakekatnya yang khas, maka ada 3 catatan yang perlu diingat dalam pelaksanaan observasi dalam rangka PTK, yaitu (i) actor tindakan perbaikan adalah juga pelaku utama pelaksanaan observasi, dengan resiko bahwa cakupan wilayah observasinya kemungkinan akan lebih terbatas, dibandingkan dengan apabila ada mitra yang dapat memberikan bantuan, (ii) Sebagaimana telah ditekankan sebelumnya, kehadiran pengamat mitra berperan melengkapi amatan dari pelaksana tindakan perbaikan, bukan menggantikannya, dan
(iii) Sebagai pengamat, mitra tetap berfungsi sebagai pengamat, bukan sebagai supervisor penuh atau paling banyak sebagai peer supervisor.
b) Kriteria Observasi
Kriteria yang digunakan dalam pelaksanaan observasi adalah kerangka pikit yang digunakan dalam menafsirkan makna dari berbagai fakta yang terekam sebagai indicator dari berbagai gejala yang diharapkan terjadi sebagai perwujudan dari proses atau dampak dari tindakan perbaikan yang diimplementasikan. Kerangka piker tersebut dapat lebih bersifat kuantitatif seperti misalnya dalam bentuk frekuensi pertanyaan yang diajukan siswa dalam sesuatu kurun waktu tertentu. Sebaliknya, kerangka piker tersebut dapat juga lebih menampilkan sifat kualitataif seperti berkenaan dengan sifat dan/atau tujuan pertanyaan yang diajukan itu (pertanyaan factual atau pertanyaan analitik, pertanyaan evaluatif dan pertanyaan – pertanyaan yang menuntut pengerahan proses kognitif tingkat tinggi lainnya.
Namun yang lebih sering dibutuhkan adalah kombinasi di antara keduanya. Yang tentu saja harus diramu secara kontekstual sesuai dengan tujuan, materi dan prosedur yang terdapat dalam scenario di satu pihak, serta sesuai pula dengan mini perbaikan dari hipotesis tindakan yang kebetulan di gelar pada saat itu. Pada gilirannya, sebagaimana telah diisyaratkan di awal bagian ini, kriteria observasi menyediakan kerangka acuan yang dapat digunakan untuk menunjau kembali berbagai aktivitas yang telah digelar sebagai perangkat tindakan perbaikan. Oleh karena itu, pengembangan kriteria observasi sekaligus juga merupakan pemetaan kerangka piker yang membingkai tindakan perbaikan.
Beberapa contoh kriteria observasi dalam rangka PTK dapat dikemukakan sebagai berikut :
1. Peningkatan proses pembelajaran, seperti :
(a) Peningkatan frekuensi dan/atau kualitas pertanyaan siswa dalam interaksi belajar – mengajar.
(b) Peningkatan kerja sama antar siswa dalam pelaksanaan tugas – tugas pembelajaran
(c) Peningkatan jumlah dan/atau ragam sumber belajar yang dimanfaatkan oleh siswa.
2 Peningkatan hasil belajar, seperti :
(a) Peningkatan perasaan puas para siswa
(b) Peningkatan perasaan ingin tabu para siswa
(c) Peningkatan jumlah, jenis dan/mutu produk belajar yang dihasilkan siswa
(d) Peningkatan prestasi akademik konvensional
(e) Penurunan frekuensi terjadinya miskonsepsi terhadap materi belajar
3 Peningkatan keterlibatan warga sekolah dalam tindakan perbaikan, seperti :
(a) Keterlibatan sejawat guru – guru lain dalam tindakan – tindakan perbaikan yang serupa
(b) Dukungan pimpinan sekolah dan para orang tua siswa
(c) Pemanfaatan hasil PTK oleh sejawat guru lain
c) Alat bantu observasi
Berbagai alat bantu observasi dapat digunakan untuk memfasilitasi perekaman data sesuai dengan spesifikasi yang dikehendaki. Berbagai alat bantu tersebut dapat direntang mulai dari yang paling terbuka sampai dengan yang paling terstruktur. Selain itu juga terdapat alat bantu rekam elektronik yang dapat mendokumentasikan peristiwa secara relative lengkap sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, alat bantu yang paling terbuka adalah selembar kertas kosong.
Penstrukturan awal dilakukan dengan menetapkan terlebuh dahulu focus observasi berupa pokok – pokok titik incar. Penstrukturan dapat lebih ditingkatkan dengan penggunaan checklist termasuk yang merekam data secara mekanistik tanpa interpretasi secara format RAC (Flanders’ Inter-Action Categories)
Alat bantu rekam elektronik memang menjanjikan kelengkapan dokumentasi, meskipun masih mengandung keterbatasan – keterbatasan juga. Kamera hanya mampu merekam informasi audio, sedangkan kamera video dapat merekam 2 dimensi informasi yaitu audio dan visual, meskipun masih tetap ada keterbatasan teknis seperti misalnya dari segi sudut pandang kamera.
c) Ketarampilan Mengobservasi
Dari segi keterampulan mengobservasi, tidak setiap orang yang berkeinginan, secara begitu saja terampil melakukan observasi. Ada 3 keterampilan utama yang diperlukan untuk dapat melakukan observasi yang baik, yaitu :
(1) Kemampuan “menunda” kesimpulan :
Ketegasan dalam penarikan kesimpulan dapat diatasi dengan selalu “kembali” kepada focus serta tata aturan observasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengamat yang efektif merekam baik fakta yang dilihatnya dari kerangka piker tindakan perbaikan yang digelar melalui PTK.
Pengamat apakah itu guru pelaku tindakan perbaikan atau mitra pengamat harus secara eksplisit memisahkan antara fakta dengan interpretasi terhadap fakta yang dimaksud. Dengan kata lain kedua-duanya memang harus direkam, namun secara jelas diindikasikan pemilahannya. Fakta yang direkam tanpa penyorotan dari sesuatu bingkai piker, akan kehilangan maknanya sebaliknya rekaman hasil observasi yang hanya memuat interpretasi, cenderung menampilkan gambaran yang distortif (biased)
Alat bantu perekaman elektronok lebih berpeluang menghasilkan gambaran yang lebih obyektif, anamun agar benar – benar bermanfaat sebagai masukan, interpretasi yang dilabel secra jelas memang dibutuhkan. Oleh karena itu, hasil rekaman elektronik harus secepatnya ditranskripsikan dan dibubuhi catatan – catatan interpretative sesuai dengan keperluan sehingga terwujud sebagai catatan lapangan (field-notes)
Alat bantu yang lebuh sederhana yang sangat praktis namun juga cukup produktif. Sehingga cocok digunakan oleh pengamat yang juga sekaligus pelaku tindakan, adalah jurnal harian. Sebagaimana telah dikemukakan jurnal harian merupakan semacam catatan harian sehinggga dapat berfungsi sebagai rekaman pengmatan yang sangat efektif, apabila distrukturkan sedemikian sehingga mengandung (a) rekaman factual, (b) pemberian makna terhadap informasi factual yang terekam itu, dan (c) paparan mengenai implikasinya dilihat dari kerangka piker PTK yang tengah dilakukan.
(2) Keteampilan dalam hubungan antar pribadi.
Khususnya apabila melibatkan mitra sebagai pengamat. Maka diperlukan pendekatan hubungan antar pribadi agar “campur tangan “ pihak luar, tidak justru menimbulkan komplikasi – komplikasi yang tidak perlu. Yang penting ditekankan adalah agar masing – masing pihak, baik yang diamati maupun yang mengamati “bertemu” dalam arena denagan maksud untuk saling membantu dalam belajar.
(3) Kemampuan teknis
Untuk menungkatkan produktivitas, diperlukan kemampuan teknis di pihak pengamat untuk menjadwal. Memilih “sample peristiwa” serta instrumentasi (protokol, checklist dan format – format perekaman data lain) yang paling tepat secara kontekstual sesuai dengan sosok dalam perbaikan yang bersangkutan yang akan digunakan untuk mengumpulkan informasi melalui pengamatan.
(4) Pelaksanaan Observasi
Pada waktu observasi dilakukan, observer mengamati proses belajaran dan mengumpulkan data mengenai segala sesuatu yang terjadi pada proses pembelajaran tersebut, baiak yang terjadi pada guru maupun situasi kelas.Perlu diingat bahwa observer hanya mencatat yang dilihat dan didengar bukan memberikan penilaian atau mengganggu. Untuk menghilangkan ketegangan guru selama diobservasi, pada akhir observasi dilakukan diskusi yang bersifat positif selama 5 atau 10 menit. Observer sebaliknya juga memberikan salinan catatan observasi kepada guru yang diobservasi.
(5) Diskusi Balikan
Sebagaiman telah dikemukakan diskusi balaikan harus dilaksanakan dalam situasi yang tidak menakutkan melainkan saling mendukung (mutually supportive) serta didasarkan pada informasi yang diperoleh selama observasi.penentuan serta penetapan target dilakukan berdasarkan pembahasan yang terjadi dalam diskusi balikan. Target – target yang ditetapkan itu hanya bersifat realistis dalam arti balik untuk dicapi dalam kurun waktu yang telah ditentukan. Pada gilirannya, rencana tindakan untuk pengembanagan berikutnya juga disusun dengan bertolak dari diskusi balikan dimana segala sesuatu yang terjadi dan tidak terjadi selama implementasi tindakan perbaikan itu direfleksikan.
Secara visual ketiga fase observasi kelas dapat digambarakan sebagai berikut :
Planing Meeting
Feedback Discussion Calassropom Observation
The three-phase observation cycle (Hopkin,1993:81)
(6) Perencanaan Tindak Lnjut
Sebagaimana telah dikemukakan, dalam diskusi balikan apabila diperlukan, ditetapkan sasaran – sasaran baru perbaikan. Pada gilirannya sasaran – sasaran baru perbaikan tersebut merupakan titik tolak untuk perancangan tindakan perbaikan untuk siklus berikutnya atau apabila sesuatu tujuan perbaikan telah dinilai tercapai secara cukup memuaskan, terbuka peluang untuk mengidentifikasi permasalahan – permasalahan baru yang memerlukan pengatasan melalui PTK.
Dengan daur kegiatan PTK seperti ini, maka akan terpiculah mekanisme perbaikan yang berkelanjutan.
2. Wawancara
Salah satu cara untuk mengumpulkan data ialah dengan jalan mengajukan pertanyaan – pertanyaan kepada subyek penelitian.Instrumen ini digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai fakta, keyakinan, perasaan, niat, dsb. Ada beberapa jenis pertanyaan lisan yaitu wawancara.
Wawancara adalah metode pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan secara lisan kepada subyek yang diteliti. Wawancara memilki sifat yang luwes, pertanyaan yang diberikan dapat disesuaikan dengan subyek, sehingga segala sesuatu yang ingin diungkap dapat digali dengan baik. Ada dua jenis wawancara berstruktur dan tidak berstruktur. Dalam wawancara berstruktur, pertanyaan dan alternative jawaban yang diberikan kepada subyek telah ditetapkan terlebih dahulu oleh pewawancara.
Wawancara tidak berstruktur bersifat informal. Pertanyaan tentang pandangan, sikap, keyakinan subyek, atau keterangan lainnya dapat diajukan secara bebas kepada subyek.
3. Kuesioner
Kontak langsung dengan para subyek yang diperlukan dalam wawancara memakan waktu yang lama, tenaga, dan biayanya. Banyak informasi yang dapat dikumpulkan dengan perantaraan daftar pertanyaan tertulis yang diberikan kepada subyek yang diteliti. Kuesioner ada dua macam kuesioner berstruktur atau bentuk tertutup dan kuesioner tidak berstruktur atau terbuka. Kuesioner berstruktur berisi pertanyan yang disertai dengan pilihan jawaban. Kuesioner tak berstruktur pertanyaan tidak disertai dengan jawaban.
4. Tes
Tes merupakan alat pengukur data yang berharga dalam penelitian. Tes ialah seperangkat rangsangan (stimuli) yang di berikan kepada seseorang dengan maksud untuk mendapatkan jawaban – jawaban yang dijadikan penetapan skor angka. Adapun jenis tes dalam penelitian adalah tes prestasi belajar, dan tes kecerdasan.
5. Daftar inventori kepribadian
Ada beberapa jenis ukuran kepribadian, masing – masing mencerminkan sudut pandang yang berbeda – beda. Peneliti harus mengetahui secara tepat lebih dulu apa yang ingin diukurnya baru kemudaian memilih instrument. Tiga jenis ukuran kepribadian yang paling abanyak dipakai adalah daftar inventori, skala penilaian, dan teknik proyektif.
a. Daftar inventori adalah daftar pertanyaan yang menggambarkan pola – pola tingkah laku dan mereka diminta untuk menunjukkkan apakah tiapa – tiap pernyataan merupakan ciri tingkah laku mereka dengan jalan memberi tanda cek pada jawaban ya, tidak atau tidak tahu. Skor diperoleh dengan menjumlahkan jawaban yang sesuai dengan sifat yang sedang diukur.
b. Skala Penilaian
Skala penilaian merupakan alat penilaian yang memerlukan penilaian yang bdilakukan oleh seseorang terhadap tingkah laku atau penampilan orang lain. Penilaitinggal memberikan nilai pada suatu kontimum(rangkaian satuan) atau suatu kategori yang menggambarkan cirri tingkah laku orang yang dinilai. Jenis skala penilaian ada dua, yaitu skala grafis dan skala kategori.
c. Teknis Proyeksi
Teknik Proyeksi adalah ukuran yang dilakaukan dengan jalan meminta seseorang memberikan respon kepada suatu stimulus yang ambigu atau yang tak tersusun. Teknik ini disebut proyeksi karena seseorang diharapkan memroyeksikan kebutuhan, keinginan, ketakutan, kecemasannya sendiri dalam stimulus tersebut. Berdasarkan penafsiran dan tanggapan subyek, peneliti mencoba menyusun suatu gambaran menyeluruh tentang struktur kepribadian seseorang. Contoh tes Appersepsi Tematik (TAT). Tes Rorsharch yang menggunakan noda tinta.
6. Skala
Skala adalah seperangkat nilai angka yang ditetapkan kepada subyek, obyek, atau tingakah laku denga tujuan mengukur sifat. Skala ini biasa digunakan untuk mengukur sikap, nilai – nilai, dan minat. Skala ini digunakan untuk mengukur seberapa jauh seseorang memiliki ciri yang ingin diteliti. Skala ini memiliki (skala Thurstone), summated scale (skal Guttmjan), dan semantic differential scale.
i. Skala Likert, skala jenis ini merupakan sejumlah pernyataan positif dan negative mengenai suatu obyek sikap. Dalam memberikan respon terhadap pernyataan dalam skala ini, subyek menunjukkan sangat setuju, setuju, tidak mempunyai pilihan, tidak setuju, atau sangat tidak setuju. Contoh Pendidikan Luar Biasa hendaknya dipisahkan dengan pendidikan untuk anak normal.
Sanagat setuju (2), setuju (1), tidak mempunyai pilihan (0), tidak setuju (-1), dan sangat tidak setuju(-2)
ii Skala Thurstone
Thurstone mengembangkan suatu metode untuk menentukan nilai skala tertentu pada hala – hal yang mewakili berbagai tingkat sikap yang menyenagkan. Skala yang dikembangkan oleh Thurstone ada 11 dari menyenagkan, netral sampai tidak menyenagkan.
iii Skala Guttman
Teknik kumulatif timbul karena memberikan kritikan pada skala sikap Thurrstone dan skal likert mengatakan bahwa skala – skala tersebut memuat pernyataan – pernyataan heterogen mengenai berbagai dimensi obyek sikap. Guttman mengembangkan suatu teknik untuk mengatasi masalah ini dengan menggolongkan skala berdimensi tunggal, bermaksud menetapkan apakag sikap yang sedang diselidiki benar – benar hanya menyangkut asatu dimensi. Suatu sikap dianggap berdimensi tunggal kalau sikap itu menghasilkan skala yang kumulatif, yaitu skala yang butir – butirnya berkaitan satu sama lain sedemikian rupa sehingga seorang subyek yang setuju dengan pernyataan nomor 2,akan merasa setuju dengan nomor 1. Contoh reponden diminta setuju atau tidak setuju.
1) Manfaat POMG sepadan dengan waktu yang dihabiskan untuk organisasi
2) POMG mempunyai pengaruh besar guna meningkatkan peranan sekolah
3) POMG adalah organisasi yang paling penting di Indonesia guna meningkatkan peranan sekolah
Contoh Tabel Skala Guttman
______________________________________________________________________
Setuju dengan Tidak setuju Dengan
Pernyataan nomor Pernyataan nomor
Skor 3 2 1 3 2 1
3 X X X 0 0 0
2 0 X X X 0 0
1 0 0 X X X 0
0 0 0 0 X X X
Apabila ini adalah skala kumulatif, maka seharusnya dapat disusun semua tanggapan responden ke dalam pola seperti pada table diatas. Dengan demikian jika skor seseorang diketahui, maka seharusnya kita dapat mengatakan dengan tepat pertanyaan – pertanyaan mana yang di setujui oleh subyek itu.Misal, semua responden mempunyai skor 2, yaitu percaya bahwa manfaat POMG sepadan dengan waktu yang dihabiskan untuk organisasai dan POMG mempunyai pengaruh dengan waktu yang dihabiskan untuk organisasai dan POMG mempunyai pengaruh besar dalam meningkatkan peranan sekolah, namun tidak percaya POMG adalah organisasai yang paling penting di Indonesia untuk meningkatkan peranan sekolah.
Subyek dapat dirangking berdasarkan tanggapan mereka terhadap skala itu. Oleh karena itu peneliti harus membentuk pernyataan – pernyataaan tertentu. Kemudian pola tanggapan yang sebenarnya diteliti dan diukur, sejauh mana tanggapan itu dapat direproduksi dari skor keseluruhan. Salah satu cara yang di lakukan adalah membagi jumlah total kesalahan dengan jumlah total tanggapan dan hasilnya dipakai untuk mengurangi angka satu, sehingga diperoleh koefisien reproduksibilitas. Guttman menyarankan nilai 0,90 sebagai membentuk skala berdimensi tunggal (Komulatif)
iv. Semantic defferential scala (skala perbedaan makna)
Pendekatan lain untuk mengukur sikap terhadap obyek, subyek dan kejadian adalah skala perbedaan makna. Skala ini dikembangkan oleh Osgood, Suci, dan Tannenbaum. Skala ini di dasarkan pada pandangan bahwa obyek itu mempunyai dua macam makna bagi seseorang, yaitu magna denotative dan konotatif, yang dapat dinilai sendiri – sendiri. Magna denotatif suatu subyek dapat dengan mudah dinyatakan, namun tidak begitu dengan magna konotatif. Suatu subyek secara tidak lansung, yaitu dengan menggunakan sejumlah kata – kata sifat yang mempunyai dua kutub (bipolar) dan meminta beberapa orang untuk menilai obyek itu dengan berpedoman pada kata – kata sifat. Osgood menggunakan skala ini atas tujuh titik dengan angka 0 sebagai titik tengahnya ke atas sampai + 3 dan ke bawah – 3 untuk menilai sikap.
Baik +3 +2 +1 0 -1 -2 -3 Buruk
Bersih +3 +2 +1 0 -1 -2 -3 Kotor
Manis +3 +2 +1 0 -1 -2 -3 Pahit
Kuat +3 +2 +1 0 -1 -2 -3 Lemam
Besar +3 +2 +1 0 -1 -2 -3 Kecil
Berat +3 +2 +1 0 -1 -2 -3 Ringan
Aktif +3 +2 +1 0 -1 -2 -3 Pasif
Cepat +3 +2 +1 0 -1 -2 -3 Lambat
Panas +3 +2 +1 0 -1 -2 -3 Dingin
Dengan mengetahui penilai para subyek terhadap suatu obyek, peneliti dapat menetapkan adalah sikap masing – masing terhadap obyek tersebut positif atau negative. Skor sikap seorang responden dapat dibandingkan dengan sikap umum terhadap obyek itu oleh suatu kelompok yang ditunjuk. Dapat juga sampai skor sikap responden denga jalan membandingkan sikap sejumlah orang terhadap obyek tersebut, dan dengan membandingkan pola penilaian mereka dengan pola penilaian orang lain.
Osgood dkk membagi menjadi tiga kelompok kata sifat yaitu,
Evaluatif; terdiri dari baik – buruk, bersih – kotor
Potensi; terdiri kuat – lemah, besar – kecil, dan
Aktivitas; terdiri aktif – pasif, cepat – lambat.
postingannya bagus... makasih..
BalasHapustpi tuh animasi anjing laut nya ckup mengganggu deh mas.. :D
artikelnya bagus,, dan sangat membantu tp kok daftar pustakanya gak dicantumkan mas???
BalasHapusMksih..
bagus,,,, cukup bermanfaat. . .
BalasHapustp kykny msh kurang lengkap ya mas, checklist ny gak da kl g salah.... mksh,,, :D